Mbaru Niang, rumah adat unik di atas awan
TAICHING: Di ketinggian 1.100 meter di atas permukaan laut
Pulau Flores, ada rumah adat berlantai 5 bernama Mbaru Niang, di kampung Wae
Rebo.
Mbaru Niang, rumah adat di Pulau Flores yang berbentuk
kerucut dengan tinggi sekitar 15 meter dan memiliki lima lantai. Atapnya yang
kerucut hampir menyentuh tanah dengan bahan daun lontar dengan keseluruhannya
ditutupi ijuk. Rumah adat mbaru niang hanya dapat ditemukan di kampung adat Wae
Rebo. Kampung Wae Rebo berada terpencil di atas pegunungan dengan ketinggian
1.117 mdpl, dikelilingi pegunungan dan hutan hujan tropis di Kabupaten
Manggarai Barat. Lokasi Wae Rebo berbatasan langsung dengan Taman Nasional
Komodo.
Uniknya, dengan ketinggiannya yang cukup menjulang, rumah
mbaru niang yang terbuat dari kayu worok dan bambu dibangun tanpa paku. Mbaru Niang
menggunakan tali rotan yang kuat untuk mengikat konstruksi bangunan. Setiap
rumah Mbaru Niang ditempati enam hingga delapan keluarga.
Bangunan Mbaru Niang terus terjaga oleh warganya dari
generasi ke generasi. Mbaru Niang ditempati warga Wae Rebo sebelum abad ke 18.
Ada 7 Mbaru Niang di Wae Rebo. Jumlah tersebut tidak asal-asalan namun memiliki
arti yaitu menghormati 7 arah gunung disana yang dipercayai melindungi kampung
Wae Rebo. Karena keunikannya, pada tahun 2012 rumah adat Mbaru Niang mendapat
penghargaan tertinggi dari UNESCO atas upaya masyarakat untuk melestarikan
Mbaru Niang. Semua rumah Mbaru Niang berdiri di atas tanah datar yang dibangun mengelilingi
sebuah altar yang disebut oleh warga setempat sebagai Compang sebagai titik
pusat dari ketujuh rumah. Compang berguna untuk memuji dan menyembah Tuhan,
juga para roh leluhur.
Wae Rebo merupakan satu-satunya desa adat di Manggarai yang
masih mempertahankan keberadaan Mbaru Niang. Di desa Todo juga terdapat Mbaru
Niang, namun rumah tersebut hanya berdiri tanpa ditinggali seorang pun di
dalamnya. Bentuk kerucut dari Mbaru Niang menurut Pimpinan Wae Rebo Tourism
Organization, Fransiskus Mudir mengatakan bahwa bentuk tersebut merupakan
simbol perlindungan dan persatuan antar rakyat Wae Rebo. Lalu lantainya yang
berbentuk lingkaran melambangkan sebuah harmonisasi dan keadilan antar warga
dan keluarga.
Ada berbagai ruangan dengan masing-masing fungsi di setiap
lantai Mbaru Niang. Lutur adalah lantai pertama yang digunakan sebagai tempat
tinggal dan berkumpulnya keluarga. Loteng atau Lobo adalah lantai kedua yang
difungsikan sebagai penyimpanan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari. Di
lantai ketiga ada Lentar yang berfungsi untuk menyimpan benih-benih tanaman
pangan. Lempa Rae di lantai empat untuk menyimpan stok pangan antisipasi
kekeringan. Dan yang terakhir di lantai kelima ada Hekang Kode yang digunakan
sebagai tempat sesajian persembahan kepada para leluhur.
Karena keunikan rumah Mbaru Niang dan panoramanya yang
begitu indah, membuat banyak orang tertarik untuk datang. Kampung Wae Rebo saat
ini menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan lokal hingga mancanegara. Kabut
tipis yang selalu mengelilingi perkampungan dengan suhu 15 derajat celcius di
pagi hari, keindahan panorama, keunikan rumah Mbaru Niang, sekaligus keramahan
khas penduduk setempat, membuat kita ingin berlama-lama berada di Wae Rebo.
Untuk menyaksikan langsung
keunikan Mbaru Niang dan keindahan kampung adat Wae Rebo, wisatawan harus
menempuh perjalanan kurang lebih 6 kilometer dari Desa Dintor menuju Desa Denge
menggunakan kendaraan. Dari Denge menuju Wae Rebo menempuh 3-4 jam dengan
mendaki sekitar 9 kilometer. Selama pendakian, kita akan disuguhkan dengan
keindahan alam yang luar biasa. Lelah mendaki akan terbayarkan ketika sampai di
Wae Rebo. 7 rumah adat Mbaru Niang dihiasi dengan eloknya pegunungan akan
langsung memanjakan mata para wisatawan. Jika ingin menginap disana, warga
setempat akan mempersilahkan dengan ramahnya. (T-1)
Comments
Post a Comment